Senin, 21 Mei 2012


Yahya Habib: MEMBUMIKAN GERAKAN RESIMEN MAHASISWA
“DARI KAMPUS UNTUK BANGSA”

Resimen Mahasiswa dikenal sebagai Organisasi yang berkiprah di lingkungan kampus, dimana seluruh gerakan organisasi ini di fokuskan untuk membangun Kesadaran akan Bela Negara. Dalam perjalananya Resimen Mahasiswa tentu mempunyai berbagai ritangan dan tantangan, tulisan ini di dedikasikan penulis untuk Resimen Mahasiswa Jayakarta yang tahun ini genap merayakan hari jadinya yang ke 50 tahun. Sebuah usia Emas yang tak bisa di anggap remeh, ditrengah pergulatan Eksistensi Kaum Muda di Era- Reformasi yang kian hari kian membutuhkan perhatian organisasi ini, terutama dalam menyikapi Isu-Isu Kebangsaan yang hari-hari belakangan ini marak di bicarakan berbagai kalangan di Republik ini.
SEKILAS SEJARAH BANGSA
Dalam sejarahnya Bangsa ini dikenal sebagai Bangsa yang Majemuk, dengan segala peradaban yang hadir di Bumi Nusantara tercinta ini, katakanlah beragamnya suku bangsa, ras dan Agama tak menyurutkan warga Bangsa ini untuk tetap bersatu dalam Ke-Bhinekaan, sebuah budaya yang terlahir dari Ilmu Bangsa sendiri yang patut kita syukuri.
Dalam konteks generasi Muda Bangsa, tentunya kita sangat beruntung memiliki Kaum Muda yang berintegritas mengawal Republik tercinta sejak zaman pergerakan sebelum Kemerdekaan, hingga zaman Kemerdekaan saat ini.Zaman silih berganti, begitupun Generasi Bangsa ini, tapi NKRI tetap harga mati bagi 240an juta Rakyat Negeri ini.
Sekilas kita coba memotret wajah pergerakan kaum muda Bangsa ini, yang lahir tumbuh dan berkembang ditempa oleh zaman yang tentunya diharapkan dapat mendewasakan kita semua, untuk dapat berbuat, berkarya dan berkhidmat kepada Bangsa, Negara dan Seluruh Rakyat Indonesia.
Diawali sejak Kebangkitan Nasional 1908 yang di motori oleh Gerakan Kaum Muda Boedi Uetomo, dimana kaum muda terpelajar Indonesia, mulai memantapkan niat dan perjuangannya ditengah zaman Kolonialisme yang masih mencengkram, dimana organisasi ini mulai menebar benih-benih kesadaran akan hidup berbangsa, dengan membangun kesadaran diri untuk hidup lebih mandiri, bersatu dan saling menolong dalam kekurangan dan kesusahan pada zaman itu.
Benih-benih kesadaran yang ditebarkan oleh Boedi Oetomo ternyata tumbuh subur dan berkembang di setiap Dada Kaum Muda Indonesia yang dalam perjalanannya mencapai titik puncak dimana saat itulah terjadi sebuah Fakta Sejarah yang sangat Suci dan Fenomenal, yang kita kenal dengan sebutan Soempah Pemoeda 28 Oktober 1928. Makna Soempah Pemoeda 1928 ini merupakan sebuah Anugrah Tuhan Yang Maha Kuasa, dimana secara Langsung, Sadar dan Lantang kita telah mendeklarasikan diri sebagai Bangsa Indonesia dengan Menerima segala Keragaman yang hadir sebagai satu kekuatan Bangsa dengan Ikrar Satu Bangsa dan Satu Bahasa : INDONESIA !!!
Atas dasar Sumpah Suci 1928 ini lah akhirnya Bangsa ini melahirkan negaranya dimana pada 17 Agustus 1945 melalui Dwi Tunggal Republik ini yang di Kawal oleh Para Pemuda Indonesia dengan tegas Memproklamirkan Kemerdekaan Bangsa Indonesia, dimana pada tanggal 18 Agustus 1945 Majelis Konstituante dalam sidangnyapun melahirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bersama Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Konstitusinya.
Jika kita pahami dan cermati perjalanan bangsa ini dari mulai era Kebangkitan nasional hingga zaman Kemerdekaan, semua itu tidak pernah lepas dari peran dan sumbangsih Kaum Muda Bangsa ini, mereka semua tampil di Garda Terdepan sebagai Pencetus dan Motor Gerakan Kebangsaan yang melahirkan Kemerdekaan yang telah kita nikmati hingga saat ini.
Kesadaran Kaum Muda Indonesia terus bergelora dimasa-masa awal Kemerdekaan dimana semua ini berkat Pemimpin Bangsa Indonesia yang kita kenal dengan sebutan Dwi Tunggal Soekarno-Hatta yang tampil sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI Pertama Pasca Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Bung Karno dan Bung Hatta adalah Potret Pemimpin Indonesia yang sangat sederhana di zamannya, tentunya ini merupakan fakta sejarah yang tak boleh kita khianati sebagai anak Bangsa. Dimana sumbangsih dan pengorbanan mereka telah mempu mengantarkan Bangsa ini kedepan Pintu Gerbang Kemerdekaan seperti yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.Hari ini saatnya kita semua harus mengisi Kemerdekaan yang telah diraih tanpa harus menyembunyikan berbagai sejarah Cemerlang dan Kelam Bangsa ini karena itu semua merupakan perjalanan yang harus kita tempuh dan terima dengan Ikhlas sebagai Bangsa yang Merdeka.
Era Soekarno sebagai Pemimpin Bangsa berakhir setelah menempuh perjalanan sekitar 20 tahun, dimana tahun 1965 dengan pergulatan politik dalam negeri yang di kenal dengan sebutan G30S/PKI membuat perubahan besar bagi bangsa ini, terutama bergantinya era dari Orde lama ke Orde Baru yang di pimpin oleh Mayjend Soeharto pada saat itu.

Sekilas perjalanan bangsa diera soekarno dengan segala dinamikanya patut kita sadari dan pahami sebagai sebuah perjalanan bangsa yang sedang mencari bentuk untuk menata peradabanya. Kita memiliki Ilmu Bangsa yang selalu di sampaikan oleh The Founding Father kita Soekarno, dimana Pancasila dan UUD 1945 sebagai Dasar dan Konstitusi Negara yang harus bisa dipahami oleh seluruh Warga Bangsa ini. Bangunan Bangsa ini dari mulai Rakyat Jelata hingga ke Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) adalah representasi kekuatan dari Kedaulatan Rakyat yang hakiki. Sementara bangunan Negara terdiri dari Presiden, Lembaga-Lembaga Tinggi Negara yang berjalan sesuai UUD 1945 adalah merupakan representasi amanah yang diberikan Rakyat Indonesia kepada para pengemban amanah dengan satu tujuan untuk menciptakan Keadilan Sosila bangi seluruh Rakyat Indonesia.
Namun dalam perjalanan Bangsa ini dimana Era Orde Lama berganti ke Era Orde Baru dan Saat ini kita hidup di Era Reformasi, semuanya adalah sebuah fakta sejarah yang harus kita pahami dan lagi-lagi terima dengan Ikhlas jika kita ingin menata masa depan yang lebih baik demi Bangsa dan Generasi Mendatang.
Era Orde Lama pun berakhir dengan runtuhnya Rezim Soeharto dengan gerakan Reformasi yang digerakan oleh Mahasiswa dan Pemuda Indonesia 1998. Sebelum Era Reformasi pun para kaum muda Indonesia telah melakukan perjuangan demi Bangsa nya, sebut saja tahun 1974 dimana telah terjadi perlawanan oleh para Mahasiswa dan Pemuda Indonesia yang kita kenal dengan sebutan Peristiwa Malari, namun gerakan ini masih belum mampu membawa angin perubahan dimana Rezim yang berkuasa masih sangat kuat untuk dapat kembali menanamkan kekuasaanya di Republik ini. Akan tetapi bibit perjuangan yang disebar para aktifis Malari ternyata terus berkembang dan akhirnya melahirkan gerakan 1998 yang kita kenal dan telah melahirkan Era Reformasi.
Dari Soekarno ke Soeharto, terus berlaqnjut silih berganti hingga hari ini, Indonesia telah memiliki 6 Presiden yang telah dan sedang memimpin, sebut saja BJ Habibie, KH Abdurahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarno Putrid an Sekarang masih menjabat Susilo Bangbang Yudhoyono (SBY). Ke enam Mantan dan Presiden kita ini adalah semuanya Pemimpin, dimana mereka semua telah mendapatkan amanah tidak hanya dari Rakyat namun dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis yakin bahwa di dalam hati kecil mereka tidak pernah terbersit sedikitpun untuk membawa Bangsa ini menuju Kehancuran. Untuk itu sudah sepantasnya kita sebagai Warga Bangsa kembali Ikhlas menerima mereka dengan segala kelebihan dan kekuranagn yang ada sebagai satu Lintasan Sejarah Bangsa ini yang tertulis dan akan selalu di kenang tanpa harus dihilangkan fakta-fakta nya karena itu merupakan pelajaran bagi Generasi yang akan hidup saat ini dan masa yang akan datang.
TANTANGAN DAN PERMASALAHAN BANGSA
Sebagai bangsa yang berdaulat, ternyata Indonesia memiliki segudang masalah yang lahir menjadi tantangan yang harus segera di selesaikan, diantaranya yang dapat penulis sampaikan adalah :
Ø  DEMOKRATISASI : Demokratisasi di Indonesia bagaikan Anugrah di awal-awal penerapanya, bagaimana tidak ketika pertama paham Demokrasi ini di tawarkan ke Rakyat Indonesia ditengah eforianya kita sebagai Bangsa Merdeka, namun saying ternyata Demokratisasi yang berkembang sekarang justru membuat bangsa ini selalu menciptakan masalah demi masalah yang belum terselesaikan. Demokrasi kita adalah Demokrasi Indonesia dengan Pancasila sebagai Filternya, bukan Demokrasi Plagiat ala Barat yang justru jauh dari Nilai-Nilai Ke Indonesiaan kita. Demokratisasi yang tanpa filter ini ternyata telah merubuhkan bangunan cara Pandang kita sebagai Bangsa Merdeka, baik dari sisi Agama, Budaya hingga Peradaban Asli Indonesia sudah tergerus hanyut bagai buih di lautan, tertelan gelombang Individualistik anak bangsa, yang akhirnya melahirkan berbagai konflik social atas nama Demokrasi semua berkilah, yang akhirnya menjauhkan dari Rasa Persatuan dan Tenggang Rasa serta Gotong Royong yang menjadi cikal bakal Republik ini Lahir, ditambah dengan Politisasi segala isu Kebangsaan yang membuat Negeri ini semakin jauh dari Tujuan di Dirikannya.
Ø  DEHUMANISASI : Bangsa ini sangat menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai Hak Asasi Manusianya, namun sayang ketika kita melihat perjalanan sejarah bangsa ini, dimana masalah HAM dan Penindasan serta Ketidak Adilan masih saja menjadi Objek untuk mencapai tujuan-tujuan Politis di Negeri ini. Kemanusiaan hanya dijadikan alat pelengkap yang hanya patut di suguhkan ketika bangsa ini akan menggelar Pemilu, Pilkada dan hal-hal sejenis lainnya. Manusia Indonesia terjebak dengan Stigma Menang Kalah yang akhirnya Merobek-robek budaya Persatuan kita sebagai Bangsa yang Berdaulat. Banyak sekali persoalan Kemanusiaan yang belun juga tuntas bahkan terus bertambah dari tahun ke tahun, sebut saja soal Urbanisasi, Pengangguran, Kemiskinan dan Kemandirian kita sebagai Bangsa Merdeka masih jauh dari yang di harapkan.
Ø  DEMORALISASI : Degradasi akibat Demokratisasi dan Dehumanisasi yang kebablasan akhirnya mengantarkan kita pada situasi Rusaknya Moral Bangsa yang tak dapat terelakan, persoalan inilah yang menjadi bahan bakar terjadinya berbagai penyimpangan Fundamental di Republik ini dari mulai Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang paling anyar adalah Hancurnya bangunan Bangsa ini karena Konstitusi kita UUD 1945 yang telah terintervensi oleh kepentingan-kepentingan Asing sehingga perlu beberapa kali di Amandemen. Ditambah lagi persoalan liberalisasi Ekonomi yang dengan Produk-produk turunanya mampu merubah watak Bangsa ini melalui Media dari yang Moralis menjadi Amoral, sehingga generasi-generasi yang Hendonis, Malas, Egis, dan individualistic hadir ditengah Bangsa ini dengan menyulutkan api-api perpecahan dari tinggat Pelajar, Mahasiswa, Pemuda dan Masyarakat pada umumnya.
Ø  DEKAPITALISASI : Dari sisi Ekonomi sejak runtuhnya Orde Lama, Bangsa ini tanpa terasa telah terseret ke Arena Kapitalisasi, Dimana Perekonomiqan kita menganut Ekonomi Makro dan mengenyampingkan sector Micro, akibatnya Negara hidup dan dihidupkan dengan Hutang-Hutang Luar Negeri, yang jika di hitung saat ini telah hampir mencapai 2000 Milyar Dolar. Sebuah angka yang fantastis yang semuanya harus menjadi tanggunggan seluruh Rakyat negeri ini tanpa ada perbedaan sedikitpun, baik yang hidup miskin maupun yang kaya. Jurang kesenjangan soasial akibat masalah Kelirunya cara Pandang Ekonomi Negeri ini jika tidak segera di tangani akan menjadi Bencana Kemanusiaan yang sangat mengerikan di Bumi Gemah Ripah Lo Jinawe ini.
PERAN STRATEGIS RESIMEN MAHASISWA (MENWA) JAYAKARTA
Dari fakta sejarah dan Permasalahan yang dihadapi Bangsa ini, tentunya harus menggugah kader-kader muda bangsa ini, terutama yang tergabung di dalam Resimen Mahasiswa (Menwa) Jayakarta yang tahun ini genap berusia 50 tahun (1962 – 2012). Menwa Jayakarta yang dikenal sebagai salah satu Organisasi Intra Kampus tentunya harus berbenah diri dalam rangka melakukan kerja-kerja Kebangsaan dimana tuntutan saat ini adalah untuk melakukan “PERUBAHAN MINDSET” atau “CARA PANDANG” bangsa ini dari yang tidak Original atau Asli, menjadi ASLI INDONESIA sesuai dengan Ilmu Bangsa yang di miliki.
Para Kader Menwa Jayakarta di usia yang ke 50 tahun ini harus dan wajib untuk menghibahkan Pengabdianya dalam rangka membantu Masyarakat Indonesia untuk Kembali Bangkit dan Menata Cara Pandang, Cara Fikir dan Cara Kerja untuk mencapai Cara Sukses yang Asli Indonesia. Kenapa harus Menwa Jayakarta ? jawabanya sederhana, karena Menwa Jayakarta adalah Organisasi yang telah memiliki Jaringan dan mempunyai bekal Intelektual dan Kedisiplinan, yang semua itu bisa menjadi modal untuk menjadi Generasi Pelopor yang mampu mengawal Bangsa dan Masyarakat Indonesia khususnya di Jakarta untuk Kembali Ke Ilmu Bangsanya Sendiri dimana Penguatan nilai-nilai Kebangsaan yan terkandung dalam Pondasi Bangsa ini dimana PANCASILA dan Bhineka Tunggal Ika menjadi sarana untuk menegakan Bangunan Bangsa ini berupa Peradaban yang Cinta Persatuan, dengan Idealisme Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, untuk melahirkan Kebijaksanaan seluruh elemen Bangsa agar mencapai tujuan sucinya yaitu Keadilan Sosila Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Untuk mewujudkan ini semua, maka sekarang tuntutanya adalah Resimen Mahasiswa (Menwa) Jayakarta, harus mampu melahirkan program-program yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, Menwa Jayakarta tidak boleh lagi menjadi Organisasi yang Ekslusif, bawalah lembaga ini menjadi Lembaga/ Organisasi yang Egaliter, membaur dan membumi demi Bangsa dan Negara ini.
Resimen Mahasiswa (Menwa) Jayakarta, harus sudah bisa maju selangkah lebih maju dari organisasi-organisasi yang lainnya, ini sangat mungkin untuk dilakukan jika Komitmen Bela Negara yang selama ini didengungkan mulai dibuktikan di tengah masyarakat, sehingga ke depannya Menwa Jayakarta mampu tampil menjadi model percontohan yang Membumikan Ilmu Bangsa dan menjadi Solution Maker bagi persoalan Bangsa yang kita cintai ini. Semoga ini dapat terwujud, Selamat Harlah Menwa Jayakarta ke 50th, Salam Resimen Mahasiswa !!

Penulis :
Yahya Abdul Habib, SE
Ketua Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah
Direktur Eksekutif Jakarta Policy Centre


Tidak ada komentar:

Posting Komentar