JALAN PANJANG MENWA
DALAM RENTANGAN JAMAN
(SEBUAH KISAH YANG TERBARUKAN)
Oleh:
Tubagus Alvin H
Mendung di Langit Menwa
Resimen
Mahasiswa atau yang biasa kita kenal sebagai Menwa seringkali diartikan sempit
sebagai bentuk militerisasi kampus. Turunan dari pemikiran tersebut yang
seringkali kemudian mengembangkan wacana perlu atau tidaknya Menwa dipertahankan
eksistensinya. Menurut anda?.
Ditelisik
dari aspek sejarahnya bahwasanya pembentukan Menwa memiliki arah pada
pembentukan sebuah kekuatan cadangan yang sewaktu-waktu selalu siap sedia bila diperlukan
untuk mengangkat senjata mempertahankan keutuhan NKRI.
Selaras
dengan makna lambang pena dan senjata; maka seorang anggota Menwa seharusnya
mampu menselaraskan antara Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Keprajuritan. Sedangkan
makna lambang buku; mengingatkan bahwasanya tugas utama anggota Menwa sebagai
Mahasiswa adalah mengembangkan sisi keilmuan akademisnya.
Dari
wacana di atas maka banyak sisi positif yang bisa diambil dari kegiatan Menwa
dan seorang anggota Menwa seharusnya mampu menjadi role model bagi Mahasiswa lainnya, karena selain memiliki kemampuan
akademis, seorang anggota Menwa memiliki sikap dan mentalitas yang kuat
khususnya dalam hal ketegasan dan kedisiplinan.
Jika
memang banyak segi positifnya, mengapa masih timbul wacana perlu atau tidaknya
Menwa dipertahankan dalam dunia kampus di era sekarang ini?.
Menwa dan Fungsi Bela
Negara
TRIP
(Tentara Republik Indonesia Pelajar) yang merupakan embrio Menwa, lahir dalam
situasi kondisi perang kemerdekaan dan turut bahu membahu dengan komponen angkatan
perang lainnya serta rakyat yang telah terbukti berhasil dalam hal mencapai
kemerdekaan, sehingga kiprah dan perannya tidak perlu dipertanyakan lagi.
Sebagai
suatu lembaga tingkat Mahasiswa, Menwa sesungguhnya mempunyai nilai strategis
dan ideal bagi penggembangan potensi individu seorang Mahasiswa maupun
kepentingan bela negara mempertahankan NKRI. Seperti konsep Reserve Officers Training Corps
(ROTC/Korps Perwira Cadangan) yang dipraktekkan di beberapa perguruan tinggi di
Amerika. Harapan yang sama bahwasanya Menwa diharapkan dapat mengisi celah yang
kosong yang tidak dapat dipenuhi oleh lembaga resmi di bidang pertahanan.
ROTC
sendiri di Amerika menjadi salah satu pintu perkaderan dan rekruitment yang penting
untuk mendapatkan perwira-perwira militer yang mempunyai keahlian di bidang khusus
yang dibutuhkan oleh institusi militer, sehingga ROTC di Amerika itu mempunyai
nilai, peran, dan fungsi yang strategis. Hal inilah yang sejalan dengan
semangat Menwa yang dilambangkan dengan pena dan senjata.
Menwa; “Kampus, Aku
Pulang”
Tanpa
disadari atau entah memang sudah menjadi suatu budaya yang melekat, bahwasannya
menjadi anggota Menwa memiliki suatu gengsi sendiri. Bahkan harus diakui, bahwa
ada sebagian anggota Menwa yang kemudian memiliki rasa superior dibandingkan mahasiswa lainnya. Dengan terbitnya Surat
Keputusan Bersama (SKB) tiga Menteri tahun 2000 yang menyatakan bahwa Menwa
kini tidak lagi berada di bawah pembinaan Kementrian Pertahanan, melainkan
berada di bawah pembinaan Perguruan Tinggi dengan status sebagai Unit Kegiatan Mahasiswa
(UKM). Atas dasar tersebut, maka jelas yang terjadi adalah penyamarataan dan
tidak ada alasan lagi untuk merasa superior
karena Menwa kini sudah benar-benar kembali ke kampus dan menjadi milik kampus
seutuhnya. Sehingga di satu sisi yang berbeda sudah tidak tepat bila masih
dikatakan bahwasannya Menwa sebagai konsep militerisasi kampus.
Meski
berstatus sebagai UKM, Menwa tidak bisa disamaratakan begitu saja dengan UKM
lainnya di kampus, karena jelas visi, misi, serta tujuan didirikannya Menwa
memiliki arah yang jelas dengan sebuah cita-cita luhur tentang konsep bela
negara, sehingga jelas tidak akan bisa bila diperbandingkan dengan UKM bersifat
hobi atau olah raga.
Dalam
sudut pandang lain, dengan statusnya yang kini sebagai UKM yang notabennya
organisasi intra kampus, maka besar pengharapan dari berbagai pihak bahwasanya
Menwa menjadi organisasi yang bebas dari kepentingan manapun, mampu manjaga
idealisme, dan netralitas dalam bertindak. Dan sebagai UKM yang memiliki konsep
bela negara yang jelas, Menwa memikul harapan besar bahwasanya kombinasi
civitas akademis dan penanaman jiwa perwira yang dimiliki Menwa seharusnya mampu
melahirkan sosok negarawan ataupun pemimpin besar di masa mendatang yang mampu
membawa Indonesia pada suatu lompatan besar, serta mampu menjaga wibawa bangsa
di mata dunia.
Menwa di Era Informasi
Seiring
dengan semakin berkembangnya zaman dan tingkat kompeksitasnya yang semakin
tinggi, maka Menwapun dituntut untuk dapat bergerak secara dinamis dalam
melakukan penyesuaian sesuai dengan kondisi perkembangan zaman tersebut.
Saat
ini dunia tengah memasuki wilayah yang sering disebut dengan information age.
Ditengah-tengah era informasi ini, penguasaan informasi dan teknologi merupakan
suatu keharusan mutlak.
Kemajuan
IPTEK yang semakin cepat ini juga diikuti dengan dinamika kemahasiswaan yang
terjadi secara simultan, tidak terkecuali dengan Menwa. Meski dididik dengan
konsep-konsep militer yang kental, para anggota Menwa diharapkan mampu
mengikuti perkembangan zaman tidak hanya pada informasi yang bersifat formil,
tapi juga yang bersifat pergaulan anak muda yang lebay, narsis, bahkan alay. Di sisi lain, para anggota Menwa
harus tetap memiliki ketegasan, kedisiplinan, dan wibawa khas militer sehingga mampu
menjaga Menwa sebagai perwujudan organisasi yang mempunyai wibawa, mapan, dan stabil.
Secara
fungsi strategis, dengan dukungan teknologi maka penguatan jaringan informasi
harus mampu dimanfaatkan dengan sangat baik untuk membangun jaringan yang luas
guna menopang fungsi strategis Menwa sebagai kekuatan cadangan baik untuk
melakukan kordinasi dan konsolidasi untuk bergerak secara lokal, nasional,
regional, dan bahkan internasional ataupun merespons secara cepat dan tepat
terhadap setiap isu yang berkembang dalam rangka mempertahankan NKRI. Karena jelas
bahwa peperangan zaman sekarang sudah tidak hanya dengan senjata fisik, namun juga
perang pemikiran dengan orientasi penguasaan arus informasi.
Menwa Dengan Sebuah
Pendekatan Bercita Rasa Humanis
Kuatnya
arus informasi telah menciptakan suatu percepatan dalam perkembangan zaman dan dinamika
kehidupan berbangsa yang dinamis dan hal tersebut bergerak linier dengan
tantangan yang harus dihadapi tak terkecuali pada area pola pikir ataupun
budaya pergaulan dari Mahasiswa. Hal inilah yang harus mampu direspon oleh
setiap individu anggota Menwa sehingga mampu menyesuaikan gaya namun tetap
dalam kooridor baik, sehingga tetap memiliki wibawa dan mampu memberi warna
yang baik sebagai role model,
bukannya terwarnai oleh suasana budaya yang kian sekuler dan seringkali tidak
mengindahkan norma-norma ketimuran yang selama ini menjadi suatu kebanggaan
dalam kearifan lokal khas bangsa Indonesia.
Paradigma
tentang Menwa yang telah terbentuk dan stigma yang melekat sekian lama membuat
anggota Menwa punya kelas tersendiri di mata teman-teman kampusnya. Entah
bercanda karena hormat atau meledek (tapi anggap saja itu suatu sanjungan) sering
terdengar sapaan canda “siap komandan”, “apa kabar perbatasan”, atau “laut
arafuru aman ndan”; pastinya hal tersebut telah menunjukan ada klasifikasi bila
tidak bisa disebut pengotakan terhadap individu anggota Menwa di mata
teman-teman mahasiswanya.
Permasalahan
yang masih sering timbul ada saat ini adalah merubah stigma paradigma tentang
“anak Menwa” yang terkesan “menakjubkan” bila tidak boleh menyebut “angker”.
Dengan demikian, yang sebenarnya perlu dilakukan adalah perubahan pola
pendekatan yang lebih bersifat humanis karena “Menwa juga Mahasiswa yang berhak
punya cinta”.
Dunia
Mahasiswa yang identik dengan kebebasan jelas berbeda dengan dunia Akademi
Militer yang sarat dengan kedisiplinan. Karenanya peranan Menwa yang ada pada
dua alam tersebut sebagai mahasiswa dan sebagai “pasukan cadangan” juga harus bisa
berperan sebagai “jembatan” yang mampu mengejawantahkan secara benar bahasa
ataupun tindakan Militer dengan ala Mahasiswa yang sering kali beda cara
pandang meskipun keduanya memiliki tujuan yang sama
Bukan
suatu hal buruk tentang apa yang menjadi stereotype
anggota Menwa. Namun dengan karakteristik Menwa yang kuat justru seharusnya hal
itu dimanfaatkan menjadi strong poin
untuk menanamkan hal-hal positif yang membangun, wabil khusus dalam hal
konsep-konsep nasionalisme, bela negara, semangat jiwa patriotis dan nation building dikalangan mahasiswa
secara khusus dan di kehidupan bermasyarakat secara umum.
Sebagai
contoh pendekatan humanis; belakangan ini sering kita lihat aparat penegak hukum
include seragam kebesaran korpsnya
tampil melucu, bernyanyi, aktif dalam jejaring sosial hingga berdakwah. Bahkan
ketika hal ini disorot oleh media untuk menjadi santapan publik hal ini telah mampu
memberi citraan tersendiri bahkan memiliki tempat khusus dalam dunia entertainment negeri ini dan hasilnyapun
direspons positif oleh masyarakat. Namun demikian, pendekatan humanis tersebut
tidak bisa disebut suatu terobosan, karena hal inilah yang memang telah menjadi
tuntutan keadaan untuk menghilangkan sekat antara militer dengan sipil. Karena hanya
dengan pendekatan humanislah cara paling efektif yang mampu membangun kesadaran
bahwa militer adalah “kue” yang sama meski dalam irisan berbeda. Meski bisa
bergerak teratur, seirama, dan menjadi yes
man bagi atasannya individu dalam anggota militer bukanlah robot yang
terprogram. Kedisiplinan adalah hasil latihan dan ketegasan adalah karakter
yang terbentuk dari profesionalisme. Namun demikian individu dalam anggota
militer tetaplah manusia biasa berhak mengumbar lagu cinta dan juga punya air
mata saat patah hati
Bukan hal mudah untuk menanamkan
hal-hal berbau bela negara, nasionalisme, dan sebagainya yang berbau euforia
patriotik kepada mahasiswa secara khusus dan anak muda secara umum, yang
sesungguhnya hal tersebut menjadi modal dasar yang maha penting guna
mempertahankan keutuhan suatu bangsa dari gempuran arus budaya informasi yang
menjajah secara terselubung dengan kesenangan yang memabukkan dan terkadang
memecah belah akibat tidak adanya atau kekurang mampuan memfilter informasi
yang didapat. Karnanya perlu kemasan apik yang mampu menyentuh hal-hal
kesenangan yang sesuai dengan usia dan tingkat sosial tertentu. Tugas Menwalah
sebagai kelompok anak muda/Mahasiswa yang memiliki pengetahuan akademis mumpuni
dan lebih dulu memiliki tingkat kesadadaran/tersadarkan tinggi akan pentingnya
penanaman rasa nasionalisme dan bela negara yang dinilai paling tepat untuk
bisa memberi pendekatan humanis dengan kemasan apik sesuai dengan tingkat usia
dan tingkat sosial anak muda/Mahasiswa.
Perjalanan Panjang Berusia
Setengah Abad
Bukan
hal mudah untuk mempertahankan eksistensi organisasi selama setengah abad.
Memperingati setengah abad Menwa Jayakarta (15 mei 1962-15 Mei 2012), Menwa
Jayakarta perlu mendapat apresiasi atas pengabdiannya baik di lingkungan kampus
maupun sosial kemasyarakatan.
Di tengah pasang surut semangat
organisasi, benturan dalam masyarakat, hingga dinamika politik nasional yang
secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi aktifitas organisasi, Menwa
Jayakarta telah membuktikan diri mampu tidak saja bertahan, tapi berdiri tegak
diantara pusaran badai. Hal ini secara sadar ataupun tidak telah menjadi suatu
pembuktian bahwa Menwa Jayakarta telah menjadi organisasi besar. Bisa dikatakan
besar bukan hanya karena faktor usia saja, tapi terlihat dari bagaimana Menwa
Jayakarta mampu mempertahankan eksistensi dalam sebuah ritme yang relatif
stabil. Karena banyak organisasi yang tua secara usia namun tidak bisa
mempertahankan ritme sehingga bukan semakin besar justru makin mengkerdil dan
memasuki era anti klimaks
Pemuda masa kini adalah gambaran
masa depan negeri ini. Masih dalam rangka semangat euforia setengah abad Menwa
Jayakarta, inilah moment yang tepat untuk Menwa Jayakarta mengambil posisi
sentral dalam warna perubahan bangsa di masa mendatang, tidak hanya berperan
sebagai agent of change tapi
memerankan fungsi sebagai director of
change. Alasan kuatnya adalah bangsa ini perlu dipegang oleh tangan yang
tepat untuk menjadi besar. Amat sangat disayangkan bila sebuah organisasi besar
dengan blue print yang bagus hanya
menempatkan kadernya yang berintegritas tinggi hanya pada posisi agent yang skema besarnya dipegang oleh
seorang director yang entah darimana
asalnya.
Sebagai penutup, dengan penuh hormat
terhatur doa untuk kebesaran Menwa Jayakarta yang telah genap berusia setengah
abad. Semoga karya dan pengabdian Menwa Jayakarta pada bangsa Indonesia hingga saat
ini dan di masa mendatang mampu memberi arti pada arah bangsa Indonesia,
menjadi pelangi yang indah setelah hujan, menjadi pohon besar nan kuat yang
meneduhkan, dan janganlah usia setengah abad ini hanya menjadi bunga indah yang
sekali berarti setelah itu mati.
Dirgahayu Menwa
Jayakarta...!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar