Minggu, 29 Juli 2012

Jalan Panjang Menwa dalam Rentangan Zaman


JALAN PANJANG MENWA DALAM RENTANGAN JAMAN
(SEBUAH KISAH YANG TERBARUKAN)
Oleh:
Tubagus Alvin H

Mendung di Langit Menwa
Resimen Mahasiswa atau yang biasa kita kenal sebagai Menwa seringkali diartikan sempit sebagai bentuk militerisasi kampus. Turunan dari pemikiran tersebut yang seringkali kemudian mengembangkan wacana perlu atau tidaknya Menwa dipertahankan eksistensinya. Menurut anda?.
Ditelisik dari aspek sejarahnya bahwasanya pembentukan Menwa memiliki arah pada pembentukan sebuah kekuatan cadangan yang sewaktu-waktu selalu siap sedia bila diperlukan untuk mengangkat senjata mempertahankan keutuhan NKRI.
Selaras dengan makna lambang pena dan senjata; maka seorang anggota Menwa seharusnya mampu menselaraskan antara Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Keprajuritan. Sedangkan makna lambang buku; mengingatkan bahwasanya tugas utama anggota Menwa sebagai Mahasiswa adalah mengembangkan sisi keilmuan akademisnya.
Dari wacana di atas maka banyak sisi positif yang bisa diambil dari kegiatan Menwa dan seorang anggota Menwa seharusnya mampu menjadi role model bagi Mahasiswa lainnya, karena selain memiliki kemampuan akademis, seorang anggota Menwa memiliki sikap dan mentalitas yang kuat khususnya dalam hal ketegasan dan kedisiplinan.
Jika memang banyak segi positifnya, mengapa masih timbul wacana perlu atau tidaknya Menwa dipertahankan dalam dunia kampus di era sekarang ini?.
Menwa dan Fungsi Bela Negara
TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar) yang merupakan embrio Menwa, lahir dalam situasi kondisi perang kemerdekaan dan turut bahu membahu dengan komponen angkatan perang lainnya serta rakyat yang telah terbukti berhasil dalam hal mencapai kemerdekaan, sehingga kiprah dan perannya tidak perlu dipertanyakan lagi.

Sebagai suatu lembaga tingkat Mahasiswa, Menwa sesungguhnya mempunyai nilai strategis dan ideal bagi penggembangan potensi individu seorang Mahasiswa maupun kepentingan bela negara mempertahankan NKRI. Seperti konsep Reserve Officers Training Corps (ROTC/Korps Perwira Cadangan) yang dipraktekkan di beberapa perguruan tinggi di Amerika. Harapan yang sama bahwasanya Menwa diharapkan dapat mengisi celah yang kosong yang tidak dapat dipenuhi oleh lembaga resmi di bidang pertahanan.
ROTC sendiri di Amerika menjadi salah satu pintu perkaderan dan rekruitment yang penting untuk mendapatkan perwira-perwira militer yang mempunyai keahlian di bidang khusus yang dibutuhkan oleh institusi militer, sehingga ROTC di Amerika itu mempunyai nilai, peran, dan fungsi yang strategis. Hal inilah yang sejalan dengan semangat Menwa yang dilambangkan dengan pena dan senjata.
Menwa; “Kampus, Aku Pulang”
Tanpa disadari atau entah memang sudah menjadi suatu budaya yang melekat, bahwasannya menjadi anggota Menwa memiliki suatu gengsi sendiri. Bahkan harus diakui, bahwa ada sebagian anggota Menwa yang kemudian memiliki rasa superior dibandingkan mahasiswa lainnya. Dengan terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga Menteri tahun 2000 yang menyatakan bahwa Menwa kini tidak lagi berada di bawah pembinaan Kementrian Pertahanan, melainkan berada di bawah pembinaan Perguruan Tinggi dengan status sebagai Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Atas dasar tersebut, maka jelas yang terjadi adalah penyamarataan dan tidak ada alasan lagi untuk merasa superior karena Menwa kini sudah benar-benar kembali ke kampus dan menjadi milik kampus seutuhnya. Sehingga di satu sisi yang berbeda sudah tidak tepat bila masih dikatakan bahwasannya Menwa sebagai konsep militerisasi kampus.
Meski berstatus sebagai UKM, Menwa tidak bisa disamaratakan begitu saja dengan UKM lainnya di kampus, karena jelas visi, misi, serta tujuan didirikannya Menwa memiliki arah yang jelas dengan sebuah cita-cita luhur tentang konsep bela negara, sehingga jelas tidak akan bisa bila diperbandingkan dengan UKM bersifat hobi atau olah raga.
Dalam sudut pandang lain, dengan statusnya yang kini sebagai UKM yang notabennya organisasi intra kampus, maka besar pengharapan dari berbagai pihak bahwasanya Menwa menjadi organisasi yang bebas dari kepentingan manapun, mampu manjaga idealisme, dan netralitas dalam bertindak. Dan sebagai UKM yang memiliki konsep bela negara yang jelas, Menwa memikul harapan besar bahwasanya kombinasi civitas akademis dan penanaman jiwa perwira yang dimiliki Menwa seharusnya mampu melahirkan sosok negarawan ataupun pemimpin besar di masa mendatang yang mampu membawa Indonesia pada suatu lompatan besar, serta mampu menjaga wibawa bangsa di mata dunia.
Menwa di Era Informasi
Seiring dengan semakin berkembangnya zaman dan tingkat kompeksitasnya yang semakin tinggi, maka Menwapun dituntut untuk dapat bergerak secara dinamis dalam melakukan penyesuaian sesuai dengan kondisi perkembangan zaman tersebut.
Saat ini dunia tengah memasuki wilayah yang sering disebut dengan information age. Ditengah-tengah era informasi ini, penguasaan informasi dan teknologi merupakan suatu keharusan mutlak.
Kemajuan IPTEK yang semakin cepat ini juga diikuti dengan dinamika kemahasiswaan yang terjadi secara simultan, tidak terkecuali dengan Menwa. Meski dididik dengan konsep-konsep militer yang kental, para anggota Menwa diharapkan mampu mengikuti perkembangan zaman tidak hanya pada informasi yang bersifat formil, tapi juga yang bersifat pergaulan anak muda yang lebay, narsis, bahkan alay. Di sisi lain, para anggota Menwa harus tetap memiliki ketegasan, kedisiplinan, dan wibawa khas militer sehingga mampu menjaga Menwa sebagai perwujudan organisasi yang mempunyai wibawa, mapan, dan stabil.
Secara fungsi strategis, dengan dukungan teknologi maka penguatan jaringan informasi harus mampu dimanfaatkan dengan sangat baik untuk membangun jaringan yang luas guna menopang fungsi strategis Menwa sebagai kekuatan cadangan baik untuk melakukan kordinasi dan konsolidasi untuk bergerak secara lokal, nasional, regional, dan bahkan internasional ataupun merespons secara cepat dan tepat terhadap setiap isu yang berkembang dalam rangka mempertahankan NKRI. Karena jelas bahwa peperangan zaman sekarang sudah tidak hanya dengan senjata fisik, namun juga perang pemikiran dengan orientasi penguasaan arus informasi.
Menwa Dengan Sebuah Pendekatan Bercita Rasa Humanis
Kuatnya arus informasi telah menciptakan suatu percepatan dalam perkembangan zaman dan dinamika kehidupan berbangsa yang dinamis dan hal tersebut bergerak linier dengan tantangan yang harus dihadapi tak terkecuali pada area pola pikir ataupun budaya pergaulan dari Mahasiswa. Hal inilah yang harus mampu direspon oleh setiap individu anggota Menwa sehingga mampu menyesuaikan gaya namun tetap dalam kooridor baik, sehingga tetap memiliki wibawa dan mampu memberi warna yang baik sebagai role model, bukannya terwarnai oleh suasana budaya yang kian sekuler dan seringkali tidak mengindahkan norma-norma ketimuran yang selama ini menjadi suatu kebanggaan dalam kearifan lokal khas bangsa Indonesia.
Paradigma tentang Menwa yang telah terbentuk dan stigma yang melekat sekian lama membuat anggota Menwa punya kelas tersendiri di mata teman-teman kampusnya. Entah bercanda karena hormat atau meledek (tapi anggap saja itu suatu sanjungan) sering terdengar sapaan canda “siap komandan”, “apa kabar perbatasan”, atau “laut arafuru aman ndan”; pastinya hal tersebut telah menunjukan ada klasifikasi bila tidak bisa disebut pengotakan terhadap individu anggota Menwa di mata teman-teman mahasiswanya.
Permasalahan yang masih sering timbul ada saat ini adalah merubah stigma paradigma tentang “anak Menwa” yang terkesan “menakjubkan” bila tidak boleh menyebut “angker”. Dengan demikian, yang sebenarnya perlu dilakukan adalah perubahan pola pendekatan yang lebih bersifat humanis karena “Menwa juga Mahasiswa yang berhak punya cinta”.
Dunia Mahasiswa yang identik dengan kebebasan jelas berbeda dengan dunia Akademi Militer yang sarat dengan kedisiplinan. Karenanya peranan Menwa yang ada pada dua alam tersebut sebagai mahasiswa dan sebagai “pasukan cadangan” juga harus bisa berperan sebagai “jembatan” yang mampu mengejawantahkan secara benar bahasa ataupun tindakan Militer dengan ala Mahasiswa yang sering kali beda cara pandang meskipun keduanya memiliki tujuan yang sama
Bukan suatu hal buruk tentang apa yang menjadi stereotype anggota Menwa. Namun dengan karakteristik Menwa yang kuat justru seharusnya hal itu dimanfaatkan menjadi strong poin untuk menanamkan hal-hal positif yang membangun, wabil khusus dalam hal konsep-konsep nasionalisme, bela negara, semangat jiwa patriotis dan nation building dikalangan mahasiswa secara khusus dan di kehidupan bermasyarakat secara umum.
Sebagai contoh pendekatan humanis; belakangan ini sering kita lihat aparat penegak hukum include seragam kebesaran korpsnya tampil melucu, bernyanyi, aktif dalam jejaring sosial hingga berdakwah. Bahkan ketika hal ini disorot oleh media untuk menjadi santapan publik hal ini telah mampu memberi citraan tersendiri bahkan memiliki tempat khusus dalam dunia entertainment negeri ini dan hasilnyapun direspons positif oleh masyarakat. Namun demikian, pendekatan humanis tersebut tidak bisa disebut suatu terobosan, karena hal inilah yang memang telah menjadi tuntutan keadaan untuk menghilangkan sekat antara militer dengan sipil. Karena hanya dengan pendekatan humanislah cara paling efektif yang mampu membangun kesadaran bahwa militer adalah “kue” yang sama meski dalam irisan berbeda. Meski bisa bergerak teratur, seirama, dan menjadi yes man bagi atasannya individu dalam anggota militer bukanlah robot yang terprogram. Kedisiplinan adalah hasil latihan dan ketegasan adalah karakter yang terbentuk dari profesionalisme. Namun demikian individu dalam anggota militer tetaplah manusia biasa berhak mengumbar lagu cinta dan juga punya air mata saat patah hati
            Bukan hal mudah untuk menanamkan hal-hal berbau bela negara, nasionalisme, dan sebagainya yang berbau euforia patriotik kepada mahasiswa secara khusus dan anak muda secara umum, yang sesungguhnya hal tersebut menjadi modal dasar yang maha penting guna mempertahankan keutuhan suatu bangsa dari gempuran arus budaya informasi yang menjajah secara terselubung dengan kesenangan yang memabukkan dan terkadang memecah belah akibat tidak adanya atau kekurang mampuan memfilter informasi yang didapat. Karnanya perlu kemasan apik yang mampu menyentuh hal-hal kesenangan yang sesuai dengan usia dan tingkat sosial tertentu. Tugas Menwalah sebagai kelompok anak muda/Mahasiswa yang memiliki pengetahuan akademis mumpuni dan lebih dulu memiliki tingkat kesadadaran/tersadarkan tinggi akan pentingnya penanaman rasa nasionalisme dan bela negara yang dinilai paling tepat untuk bisa memberi pendekatan humanis dengan kemasan apik sesuai dengan tingkat usia dan tingkat sosial anak muda/Mahasiswa.
Perjalanan Panjang Berusia Setengah Abad
Bukan hal mudah untuk mempertahankan eksistensi organisasi selama setengah abad. Memperingati setengah abad Menwa Jayakarta (15 mei 1962-15 Mei 2012), Menwa Jayakarta perlu mendapat apresiasi atas pengabdiannya baik di lingkungan kampus maupun sosial kemasyarakatan.
            Di tengah pasang surut semangat organisasi, benturan dalam masyarakat, hingga dinamika politik nasional yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi aktifitas organisasi, Menwa Jayakarta telah membuktikan diri mampu tidak saja bertahan, tapi berdiri tegak diantara pusaran badai. Hal ini secara sadar ataupun tidak telah menjadi suatu pembuktian bahwa Menwa Jayakarta telah menjadi organisasi besar. Bisa dikatakan besar bukan hanya karena faktor usia saja, tapi terlihat dari bagaimana Menwa Jayakarta mampu mempertahankan eksistensi dalam sebuah ritme yang relatif stabil. Karena banyak organisasi yang tua secara usia namun tidak bisa mempertahankan ritme sehingga bukan semakin besar justru makin mengkerdil dan memasuki era anti klimaks
            Pemuda masa kini adalah gambaran masa depan negeri ini. Masih dalam rangka semangat euforia setengah abad Menwa Jayakarta, inilah moment yang tepat untuk Menwa Jayakarta mengambil posisi sentral dalam warna perubahan bangsa di masa mendatang, tidak hanya berperan sebagai agent of change tapi memerankan fungsi sebagai director of change. Alasan kuatnya adalah bangsa ini perlu dipegang oleh tangan yang tepat untuk menjadi besar. Amat sangat disayangkan bila sebuah organisasi besar dengan blue print yang bagus hanya menempatkan kadernya yang berintegritas tinggi hanya pada posisi agent yang skema besarnya dipegang oleh seorang director yang entah darimana asalnya.
            Sebagai penutup, dengan penuh hormat terhatur doa untuk kebesaran Menwa Jayakarta yang telah genap berusia setengah abad. Semoga karya dan pengabdian Menwa Jayakarta pada bangsa Indonesia hingga saat ini dan di masa mendatang mampu memberi arti pada arah bangsa Indonesia, menjadi pelangi yang indah setelah hujan, menjadi pohon besar nan kuat yang meneduhkan, dan janganlah usia setengah abad ini hanya menjadi bunga indah yang sekali berarti setelah itu mati.
Dirgahayu Menwa Jayakarta...!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar