MEMBANGUN KESADARAN BELANEGARA
DAN RASA NASIONALISME
DENGAN MENGEMBANGKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN*)
Prof. Dr. H. Haryanto
Dhanutirto, Apt, DEA
Rektor Institut Sains dan
Teknologi Al Kamal, Jakarta
Jl. Raya Al Kamal No.2, Kedoya, Kebon Jeruk,
Jakarta Barat 11520,
Telpon
021-5811088, Fax 021-58300105
I. PENDAHULUAN
Memasuki
abad ke-21, persaingan secara nasional, regional dan global semakin ketat,
sehingga menuntut suatu upaya dan kerja keras para lulusan. Tantangan dalam
mencari pekerjaan mungkin lebih besar dan lebih sulit dibanding dengan upaya
dalam menyelesaikan studi. Tingkat persaingan yang semakin tinggi pada era
globalisasi ini, dipengaruhi juga oleh pertumbuhan jumlah penduduk dunia yang
sangat tinggi.
Seiring
dengan pertambahan penduduk dunia yang terus bertambah, maka jumlah pengangguranpun bertambah terus, sementara itu
pertumbuhan lapangan kerja tidak signifikan. Saat ini jumlah
pengangguran sudah mencapai 45,2 juta orang. Dari jumlah tersebut, sekitar
2.650.000 orang penganggur terdidik lulusan perguruan tinggi.
Pengembangaan pendidikan Kewirausahaan merupakan salah
satu program Kementerian Penididikan Nasional yang pada intinya adalah
pengembangan metodologi pendidikan yang bertujuan untuk membangun manusia yang
berjiwa kreatif, inovatif, sportif dan wirausaha. Program ini ditindaklanjuti
dengan upaya mengintegrasikan metodologi pembelajaran, pendidikan karakter,
pendidikan ekonomi kreatif dan pendidikan kewirausahaan ke dalam kurikulum.
Pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1995 tentang
Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan. Instruksi ini
mengamanatkan kepada seluruh masyakat dan bangsa Indonesia untuk mengembangkan
program-program Kewirausahaan. Selanjutnya dalam mendukung Pengembangan Ekonomi
Kreatif (PEK) tahun 2010-2114, yakni pengembangan kegiatan ekonomi berdasarkan
pada kreativitas, keterampilan dan bakat individu untuk menciptakan daya kreasi
dan daya cipta individu yang bernilai ekonomis dan berpengaruh pada
kesejahteraan masyarakat Indonesia. Aktivitas kewirausahaan tidak hanya dalam
tataran micro-economy melainkan masuk
juga pada tataran macro-economy.
Dalam menghadapi globalisasi Indonesia perlu menyiapkan peran pendidikan tinggi
untuk dapat mewujudkan insan yang cerdas yang mampu berwirausaha.
II. KONDISI
OBYEKTIF INDONESIA
2.1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Perekonomian Indonesia di tahun 2009 menunjukkan daya
tahan yang cukup kuat di tengah krisis ekonomi global. Hal ini terlihat dari
tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih mampu tumbuh 5,5%, dan pada
tahun 2008 pada awal krisis pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 6,10% seperti disajikan pada Gambar 1.
Sumber : World Economic
Outlook IMF, 2008
Gambar 1. Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia 2000-2009
2.2.
Daya Saing Indonesia
Dari 133 negara yang disurvey dalam Global
Competitiveness Index 2009-2010, Indonesia menempati urutan ke 54, nyaris tidak
beranjak dari posisi tahun 2007 (rangking 54 dari 131 negara). Peringkat
Indonesia rendah ini relatif terhadap negara lain disebabkan oleh jeleknya
infrastruktur, pendidikan dan kesehatan masyarakat, dan kesiapan teknologi,
dimana untuk indikator-indikator ini Indonesia menempati peringkat antara 82-88
dari 133 negara. Namun bila dilihat secara absolut, sebenarnya indeks
pendidikan dan kesehatan Indonesia cukup baik, yaitu sebesar 5,2 dari skala
1-7. Indeks terburuk terjadi pada infrastruktur (3,2), kesiapan teknologi
(3,2), inovasi (3,6), dan pendidikan tinggi dan pelatihan (3,9)
Berasarkan World Economic Forum
(WEF) telah mengumumkan peringkat Global Competitivenes Index (GCI)
negara masing-masing yang dimuat dalam Global Competitiveness Report (GCR)
untuk 2010-2011. Dalam GCI tahun 2010, peringkat daya saing Indonesia telah mengalami kenaikan substansial
yakni menempati peringkat ke-44 di tahun 2010 ini dari peringkat ke-54 pada
tahun 2009.
Peningkatan Indonesia yang cukup signifikan
menunjukkan peningkatan kepercayaan masyarakat usaha dunia terhadap upaya
Pemerintah Indonesia dalam memperbaiki infrastruktur dan iklim usaha di
Indonesia, kondisi ini diperkirakan akan
mendorong masuknya investasi asing ke Indonesia.
Tabel 1. Peringkat CGI Indonesia Tahun 2009
Dengan populasi sebanyak 234 juta jiwa dan GDP per kapita
US$ 2.200 yang diperkirakan ke depan akan terus tumbuh, Indonesia merupakan
pasar yang menarik. Ukuran pasar yang besar memungkinkan bisnis untuk
mengeksploitasi economies of scale
dalam produksi. Permasalahannya adalah, apakah Indonesia hanya menjadi target pasar
ekspor negara lain, atau menjadi production
base perusahaan lokal dan Multi Nasional yang melayani pasar domestik
sekaligus ekspor.
Industri nasional telah memiliki
potensi pertumbuhan yang kuat, dan menjadi motor penggerak utama (prime
mover) ekonomi nasional. Potensi industri nasional akan mempunyai kaitan (linkage)
yang kuat dan sinergis antar sub sektor industri dan dengan berbagai sektor
ekonomi lainnya. Industri ini mengandung muatan lokal yang tinggi, menguasai
pasar domestik, memiliki produk unggulan industri masa depan, dapat tumbuh
secara berkelanjutan, serta mempunyai daya tahan (resilience) yang
tinggi terhadap gejolak perekonomian dunia. Untuk itu industri nasional minimal
telah memiliki keadaan sebagai berikut:
a. Mempunyai
kaitan (linkage) yang kuat dan sinergis antar sub sektor industri dan
dengan berbagai sektor ekonomi lainnya, artinya sektor industri mempunyai
struktur yang kokoh antar cabang industri dan kedalaman yang kuat antara hulu
dan hilirnya. Sebaliknya ke luar (antara sektor industri manufaktur dengan
sektor ekonomi lainnya) terjalin sinergi yang baik, saling menguatkan satu sama
lain
b. Memiliki
kandungan lokal yang tinggi berarti industri manufaktur nasional mampu
menghasilkan berbagai kebutuhannya sendiri terutama barang modal untuk
pengembangan industri ke depan, sehingga tidak tergantung pada impor bahan baku
maupun penolong. Disamping itu, kondisi ini juga menunjukkan kemampuan industri
manufaktur menghasilkan efek berganda yang besar bagi sektor ekonomi lainnya.
c. Menguasai
pasar domestik, berarti industri manufaktur nasional menjadi pemasok utama
kebutuhan produk industri Nasional.
d. Memiliki
produk unggulan industri masa depan, berarti industri manufaktur nasional mempunyai produk mandiri yang dapat
dibanggakan dan berkembang menjadi industri kelas dunia.
e. Dapat
tumbuh secara berkelanjutan, artinya memiliki kemampuan penelitian dan
pengembangan produk, serta sistemnya secara berkelanjutan.
f. Mempunyai daya tahan (resilience) yang
tinggi terhadap gejolak perekonomian dunia, artinya industri manufaktur
nasional, memiliki pangsa pasar yang cukup besar baik di pasar domestik maupun
pasar International.
III. PENTINGNYA
KEWIRAUSAHAAN
Kewirausahaan ini sangat penting untuk pengembangan suatu
bangsa. Begitu pentingnya wirausaha bagi suatu bangsa, PBB menyampaikan bahwa
suatu negara akan mampu membangun bila memiliki pengusaha minimal 2% dari
jumlah penduduk. Sebagai contoh, Jepang maju sebab memiliki 2% pengusaha
menengah dan 20% pengusaha kecil.
Kenyataan
menunjukkan bahwa dalam meraih masa depan yang cerah, selain ditentukan oleh
kemampuan profesinya, juga oleh kemampuan personal dan pendekatan sosial dalam
menghadapi dan memecahkan berbagai persoalan yang terjadi di sekitarnya.
Pada
masa depan, masyarakat Indonesia yang kita kehendaki adalah masyarakat yang
lebih demokratis dengan memberikan kebebasan kepada masyarakat akan pilihan-pilihan
untuk berusaha dan melibatkan diri dalam pembangunan. Keberadaan
sarjana-sarjana di masyarakat akan berperan sebagai agen perubahan untuk meningkatkan
kernampuan sumberdaya manusia. Aspek pemberdayaan SDM ini merupakan prasyarat
partisipasi rnasyarakat yang memerlukan pelayanan bimbingan, pelatihan dan
penyuluhan serta pendampingan yang rnemadai.
Disamping
itu, diperlukan tersedianya sarana dan prasarana untuk berusaha, dukungan
organisasi dan koordinasi di berbagai tingkat kelembagaan pemerintah,
kelembagaan masyarakat pedesaan, dan penyediaan kredit usaha kecil dan menengah.
Di sini berarti, kita perlu membangun sistem industri yang efisien dan efektif,
di mana pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan kelembagaan akan memainkan
peranan yang menentukan.
Aspek
lain yang penting juga kita antisipasi ke depan adalah perlunya merubah
paradigma Pembangunan. Melihat kondisi tersebut, maka paradigma pembangunan di
Indonesia haruslah berorientasi kepada (1) kepedulian sosial, (2) kepedulian
akan lingkungan yakni kegiatan industri yang tetap mendukung ramah lingkungan,
(3) peningkatan wawasan kewirausahaan serta (4) perlunya pendekatan yang interdisipliner sehingga
timbul suatu jaringan kerja (networking)
yang terpadu dan saling mendukung.
Menurut
Peggy & Charles (1999), Entrepreneur harus memiliki 4 unsur pokok :
1.
Kemampuan (IQ & Skill)
§ membaca peluang;
§ berinovasi;
§ mengelola;
§ menjual.
2. Keberanian (EQ & Mental)
§ mengatasi ketakutan;
§ mengendalikan resiko
§ keluar dari zona kenyamanan.
3. Keteguhan Hati (Motivasi Diri)
§ persistence (ulet), pantang menyerah;
§ determinasi (teguh dalam keyakinannya);
§ Kekuatan akan pikiran (power of mind) bahwa Anda juga bisa.
4. Kreativitas
§ mencari peluang (experiences)
Beberapa Hasil penelitian:
§ Recruiters say
that “soft” skills – such as leadership, communication and the ability to work
in teams – are just as important as the hard stuff. And a lot harder to
teach.”(Wall Street Journal, 2002).
§ It’s the human
impression and connections that really matter in business (Geoffrey Hitch, MBA
Carnegie Mellon)
§ Research in Harvard University showed that successfulness of
people is determined by 80% soft skill and 20 % hard skill
Pada dasarnya otak manusia Otak manusia secara
mental terbagi menjadi dua belahan atau hemisfer, yaitu belahan otak kiri dan
belahan otak kanan. Pendidikan wirausaha sebaiknya memaksimalkan fungsi otak
yang dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.
Gambar 2. Fungsi
Otak Bekerja
Untuk
mampu menciptakan kondisi yang diharapkan tersebut, maka kembali kuncinya
adalah perlunya peningkatan kemampuan sumberdaya manusia (SDM). Tantangan di
atas tentunya menuntut pula perubahan paradigma pendidikan tinggi di negeri
ini.
Hal
tersebut harus diantisipasi
dan disiapkan
oleh Perguruan Tinggi dalam
menyikapi kesiapannya menghadapi globalisasi. Perguruan
tinggi harus menyiapkan
rencana strategis yang
diantaranya mengamanatkan
untuk menyiapkan sumber daya manusia yang berkompeten dalam bidang profesinya,
peduli terhadap kepentingan masyarakat dan lingkungan serta mempunyai
mental wirausaha. Diperlukan adanya pengisian tentang nilai-nilai kemanusiaan
yang mencakup nilai moral, etika dan budaya yang sesuai dengan lingkungannya.
Para
lulusan dituntut untuk mempunyai jiwa kepemimpinan serta tanggung jawab moral
sebagai generasi penerus bagi bangsa dan keberadaan umat manusia di abad-abad
mendatang. Pendidikan tinggi harus menggunakan pendekatan multi dan
interdisiplin ilmu yang mendayagunakan perkembangan teknologi informasi
seoptimal mungkin. Peran pendidikan tinggi di era globalisasi dituntut mampu
menghasilkan terobosan dam inovasi IPTEK yang berrnanfaat bagi masyarakat
sekarang serta yang akan datang. Penelitian harus difokuskan pada hal-hal yang
memberikan manfaat bagi umat manusia yang dilatarbelakangi oleh tanggungjawab
moral yang tinggi.
Perguruan
tinggi tidak bisa lagi hanya menjadi menara gading, dia harus memecahkan
dinding pemisah antara kampus dengan masyarakat. Sehingga proses alih
teknologi, pengembangan kemitraan dengan industri, pemerintah daerah,
masyarakat luas, harus ditingkatkan. Perguruan tinggi beserta civitas akademikanya
akan berperan sebagai agen pembaharuan, dan proses perubahan harus bisa
dikelola secara positif yang menghasilkan dampak manfaat bagi masyarakat.
Proses kompetisi dan kooperatif yang berlangsung di perguruan tinggi akan
menentukan keberhasilan perguruan tinggi tersebut dalam mewujudkan misinya.
Lembaga pendidikan tinggi diharapkan mampu menciptakan jiwa wirausaha sehingga
mereka mampu mandiri dan menciptakan lapangan kerja dan Pendidikan
Kewirausahaan / Entrepreneurship di Perguruan Tinggi perlu ditingkatkan. Beberapa
titik penajaman program Softskill dalam mewujudkan insan enterpreuner disajikan
pada Gambar 3 dan pradigma dalam pengembangan jiwa kewirausahaan disajikan pada
Gambar 4.
Gambar
3. Beberapa titik penajaman program Softskill dalam mewujudkan insan
enterpreuner
Gambar
4. Paradigma Pendidikan dalam mewujudkan Lulusan yang berjiwa Kewirausahaan
IV. PENUTUP
Di era globalisasi tidak akan
ada yang bisa menghalangi Pemberlakuan Persetujuan Perdagangan Bebas karena
tidak ada lagi batas negara bagi para pengusaha dalam mengembangkan usaha dan
menciptakan lapangan kerja baru. Selanjutnya, di tengah kondisi persaingan saat ini dibutuhkan
mental yang tangguh bagi lulusan sehingga para lulusan harus gigih tidak saja
dalam mencari pekerjaan, tetapi dalam menciptakan pekerjaan berdasarkan
profesionalisme serta etika dan etos kerja yang telah dikembangkan selama
belajar di perguruan tinggi yaitu dengan berwirausaha.
Kita
dituntut untuk berani mengambil resiko dan menangkap peluang-peluang di bidang industri
yang terbuka lebar. Dengan semangat juang yang tinggi dan rasa percaya diri akan
profesi yang diperoleh kesulitan mencari lapangan pekerjaan tidak menjadi
masalah utama lagi. Banyak kesempatan bewirausaha terbuka dan secara bisnis
sangat menjanjikan.
Dengan
persiapan mental seperti ini diharapkan sarjana mampu mengantisipasi rnasa
depan secara kreatif dan proaktif, sehingga upaya pengembangan diri rnenjadi
suatu keharusan.
Oleh karena itu, mulai saat ini ada baiknya kita mengubah
pola pikir baik mental maupun motivasi orang tua, dosen dan
mahasiswa agar kelak anak-anak dibiasakan untuk menciptakan lapangan pekerjaan
dari pada mencari pekerjaan.
Generasi muda sudah saatnya
mengubah pola pandang, jangan hanya berfikir menjadi pegawai setelah lulus dari
Perguruan Tinggi, apalagi Pegawai Negeri, menjadi Wirausaha perlu difikirkan
sebagai pilihan. Fakta di masyarakat bahwa 90 persen orang kaya itu karena
bisnis bukan menjadi pegawai/ karyawan perusahan.
DAFTAR PUSTAKA
Alma, Buchari. 2007. Kewirausahaan. Edisi Revisi. Penerbit Alfabeta, Bandung.
Blakely, E.J. 2002. Planning
Local Economic Development. Sage Publication.
London.
Bregman
EM, Feses EJ. 2003. Industrial and
Regional Cluster Concept and Competitive Applications. The Web Book of
Regional Science.
Cho.,
D.S dan H.C. Moon. 2003. From Adam Smith to Michael Porter : Evolusi Teori Daya Saing (Edisi Bahasa
Indonesia). Penerbit Salemba 4, Jakarta.
Ciputra. Kompas 31-8-2009
David, F.R.. 2001. Strategic Management. Prentice Hall, New Jersey.
Departemen Perindustrian RI. 2008. Pengembangan Kegiatan Pemasaran Produk dan
Peningkatan Pemanfaatan Inovasi Teknologi. http://www.depperin.go.id/teknologi/.
Hartarto, A.
2004. Strategi Clustering dalam Undustrialisasi Indonesia. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Inpres RI No. 4 Tahun 1995 tanggal 30
Juni tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudidayakan Kewirausahaan
Kasmir, 2007. Kewirausahaan. PT Raja Grafindo Perkasa, Jakarta.
Meredith, Geoffrey G., Nelson, Robert
E., & Neck, Phllip A. (2002). Kewirausahaan. Teori dan Praktek (The
Practice of Entrepreneurship). Jakarta: Penerbit PPM.
Porter, M. E. 1990. The Competitive
Advantage of Nations. Free Press. New York
-----------------
1993. Keunggulan
Bersaing : Menciptakan dan Mempertahankan Kinerja Unggul. (Edisi Indonesia). Penerbit Erlangga. Jakarta.
---------------- 2007. Strategi
Bersaing, Teknik menganalisis industri dan pesaing (Edisi Indonesia). Karisma Publishing Group. Tangerang.
Robert,
B. dan Shimson R.T. 1998. Multisectoral Quantitative Análisis a Tool
for Accessing the Competitivenes of
Regions and Formulating Strategis for Economic Development. The
Analysis of Regional Science : Vol. 32 No. 4 : 469-494
---------------- 1998. “Clusters and the New Economics of
Competition.” Harvard Business Review: 77-90.
-----------------2000. “Location, Competition, and Economic
Development: Local Clusters in a Global Economy.” Economic Development
Quarterly 14 (1): 15-34.
---------------- 2003. “The Economic Performance of Regions.” Regional
Studies 37 (6/7): 549-578.
Schmitz,
H. 1993.
Industrial Districts in Europe –
Policy Lessons for Developing Countries. Discussion Paper. Institute of Development Studies.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar